YADNYA
VI.3. Persiapan Nangun Yadnya.
Bukti Kebersamaan Masyarakat Payogan dan wilayah sekitarnya sangat terlihat
dengan jelas terutama di
dalam kebersamaan melaksanakan dan mengamalkan Panca Yadnya serta mengupah ayu kawasan dan keselamatan masyarakatnya. Semua warna,
klan dan treh telah menjadi krama desa adat yang merupakan suatu persekutuan
hukum berdasarkan Tri Hita karana. Seperti juga halnya dengan pelaksanaan karya
Agung Mamungkah, Ngenteg Linggih, Mupuk Pedagingan di Pura Desa lan Puseh
Payogan, meski merupakan amongan Desa Adat Payogan, namun dalam persiapan
upacara yang besar ini dibantu juga oleh Desa Adat disekitarnya, sebagai wujud
nyata rasa kebersamaan, antara lain : Desa Pakraman sedesa Kedewatan, Desa
Pakraman ”Amunduk Taro”, Gerih
Abiansemal, Gerih Negara(Batuan),Desa Pakraman Pangaji, Pura Penataran Banjar
Badung Payangan dan seluruh masyarakat Ubud. Semua desa-desa adat tersebut
mempunyai kaitan dan sejarah yang sangat erat satu dengan yang lainnya, rasa
persatuan itu terpelihara hingga saat ini berkat peranan Angga Puri Agung Ubud
yang selalu mendambakan persatuan untuk masyarakat Ubud.Warisan budaya dan
ikatan spiritual dalam beryadnya di Ubud sangat perlu dilestarikan untuk
menciptakan Ubud yang Damai berkeTuhanan.
Bhagavadgita III.14
menyatakan bahwa “Yadnya berasal dari
karma”. Ini berarti bahwa dalam yadnya perlu adanya kerja, karena
dalam yadnya menuntut adanya perbuatan. Tuhan
menciptakan alam beserta isinya diciptakan dengan yadnya maka patutlah
manusia pun melaksanakan yadnya untuk memelihara kehidupan didunia ini. Tanpa
adanya yadnya maka perputaran roda kehidupan akan berhenti.
Karena yadnya berasal dari karma
dalam dalam pelaksanaan yadnya pun terkait dengan perbuatan maka Yadnya
termasuk Karma kanda atau karma sanyasa atau prawerti atau jalan perbuatan. Ini
berarti bahwa yadnya merupakan salah satu bentuk penerapan ajaran Agama Hindu
dengan cara melakukan perbuatan. Artinya ajaran Weda dapat diaplikasikan dengan melaksanakan yadnya yaitu
dengan melakukan persembahan atau
pemujaan kehadapan Ida Hyang Widdhi Wasa
.
.
*) Foto (Th
2009) Mangku lanang, Desa, Dalem, Puseh.
Sesungguhnya yadnya tidaklah hanya
dalam bentuk Ritual atau melaksanakan upacara keagamaan saja, tetapi dapat pula
dilaku kan dengan melaksanakan perbuatan
yang didasari atas hati yang tulus dan ikhlas. Sehingga dengan demikian maka
dapat diartikan bahwa Yadnya merupakan
segala bentuk pemujaan atau persembahan
dan pengorbanan yang tulus iklas yang timbul dari hati yang suci demi
maksud-maksud mulia dan luhur.
Bila dilihat dari berbagai
pelaksanaan yadnya, sesungguhnya di dalam
yadnya terdapat beberapa unsur yang pasti ada. Unsur-unsur mutlak dalam yadnya
yaitu: karya (kerja), sreya (ketulusan), budhi (kesadaran), bhakti (Persembahan).
Unsur karya yang terdapat dalam
yadnya dapat dilihat bahwa setiap yadnya yang dilakukan adalah dengan perbuatan
atau kerja. Unsur Sreya (ketulusan) pada yadnya yaitu bahwa dalam setiap yadnya
selalu berdasarkan kerja dan ketulusan.
Bhagavadgita III.9
menyatakan bahwa :
”para
dewa akan memelihara manusia dg memberikan kebahagiaan, karena itu manusia yg
mendapatkan kebahagiaan bila tidak membalas pemberian itu dg yadnya pada
hakekatnya dia adalah pencuri”.
(Pamangku Tangkas Kori Agung di Payogan)
|
Ini berarti bahwa antara manusia
dengan para dewa harus ada hubungan yang harmonis sehingga terwujud suatu
kebahagiaan. Sebagai manusia yang diberikan kelebihan dari mahluk ciptaannya
yang lain yaitu idep (pikiran),
seharusnyalah manusia bisa mengu capkan
rasa syukur dan terima kasihnya kepada Tuhan atas segala kebahagiaan yang ia
rasakan melalui pelaksanaan yadnya. Bila manusia tidak pernah bersyukur artinya
bahwa manusia ini adalah seorang pencuri.
Selanjutnya Sri Kresna bersabda
yaitu:
“orang
yang terlepas dari dosa adalah orang yang makan sisa dari persembahan atau
yadnya”.
Ini berarti bahwa dalam kehidupan
ini manusia harus senantiasa menikmati makanan hasil persembahannya kepada
Tuhan. Bilamana manusia memakan yang bukan hasil persembahan pada Tuhan berarti
dia memakan dosa. Agar terhindar dari dosa itu, manusia sebelum makan haruslah
mempersembahkannya terlebih dahulu pada Tuhan. Sehingga makan hasil persembahan
yang dimakan adalah anugerah dari Tuhan yang disebut dengan “Prasadham”
dan Pura Dalem Desa pakraman
Payogan
yang istilah balinya disebut dengan ”Lungsuran”. Yadnya Sesa (matur saiban) merupakan salah
satu bentuk yadnya yang dilakukan sehari-hari setelah memasak. Setelah memasak
hendaknyalah kita menghaturkan sedikit dari masakan itu
pada Tuhan sehingga masakan yang dibuat dapat dikatakan sebagai anugerah dari
Tuhan.
Dalam Atharwa veda XII.1
dikatakan bahwa :
“yadnya
merupakan salah satu pilar penyangga tegaknya kehidupan di dunia ini”.
Artinya :
Jadi bilamana yadnya tidak dilakukan lagi akan menjadikan
alam beserta kehidupannya tidak akan dapat berlangsung.
VII.2. Karya Agung
Mamungkah, Ngenteg Linggih, Mupuk Pedagingan, Tawur Pedanan, Dan Ngusaba Desa
Ngusaba Nini Di Desa Pakraman Payogan, Buda Wage Mrakih, Sasih kalima Tahun Saka 1934,
Tanggal 17 Oktober 2012.
Persembahan
Karya Agung Ngusaba Desa Dan Ngusaba Nini Di Desa Pakraman Payogan, merupakan
ungkapan terima kasih, yakni astiti bhakti warga Desa Pakraman payogan kepada
Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang berpijak pada ajaran-ajaran agama, terutama
ajaran sastra dari Widhi Sastra
dan Sri Tattwa, juga beberapa
sastra pendukung lainnya, seperti Bhama
Kertih, Gong Wesi, Kramaning Anangun Kayangan, Lontar Pangusabha dan
lain-lain. Ngusabha berasal dari Bahasa Sanskerta dengan kata dasar Utsava atau Utsawa dalam Bahasa Jawa Kuno. Dalam Bahasa Bali menjadi
Usaba atau Ngusaban yang berarti menyiapkan
perjamuan. Bertujuan untuk mengucapkan terima kasih kehadapan Ida Sang Hyang
Widhi, serta memohon anugrah Beliau untuk senantiasa memberikan kedamaian
dengan terpeli haranya unsur Panca Maha Bhuta,
yang menjadi dasar kehidupan masyarakat. Tingkat karya Agung ini adalah
merupakan tingkatan yang sangat utama pada tingkatan Pura kayangan Tiga, yang
biasa dilaksana kan dalam kurun waktu 15 tahun
atau 25 tahun sekali. Juga ditunjang oleh kemampuan desa pakraman yang
bersangkutan.
Dengan
ehed karya mamungkah, Ngenteg Linggih, Mupuk Pedagingan, Tawur Pedanan, diawali
dengan pemujaan atau persembahan Muktyaning karya dirangkai dengan Karya Makebat daun.Upacara
Mamungkah dilaksanakan dilaksanakan berkaitan dengan perbaikan beberapa
pelinggih di Pura Desa lan Puseh Desa Adat Payogan.
Bendesa Desa Pakraman Payogan
Semua
rangkaian upacara dan upakara berdasarkan tuntunan dari Yajamana Karya, Ida
Peranda Giriya Aan Klungkung, dan Maha Tapini, Ida Peranda Giriya Ketewel serta
Pengrajeg Karya Pengelingsir Puri Agung Ubud.
VII.3. Ehedan Karya Agung Mamungkah,
Ngenteg Linggih, Mupuk Pedagingan, Tawur Pedanan, Dan Ngusaba Desa Ngusaba Nini
Di Desa Pakraman Payogan, Buda Wage Mrakih, Sasih kalima Tahun Saka 1934,
Tanggal 17 Oktober 2012.
Untuk
lebih mengetahui dan menghayati jalannya upacara, tidak ada salahnya diketahui
juga makna dan arti rangkaian upacara, antara lain :
VII.3.1. Matur
Piuning.
Upacara
Matur Piuning dilaksanakan sebagai permakluman kehadapan Ida sang Hyang Widhi
Wasa dalam manifertasi Beliau yang berparahyangan di wilayah Ubud, bahwa di
Pura Desa lan Puseh Payogan akan dilaksanakan Karya Agung Ngusaba Desa dan
Ngusaba Nini, dengan harapan Ida sang Hyang Widhi Wasa memberikan tuntunan dan
kerahayuan, sehingga Karya Agung yang akan dilaksanakan berjalan dengan baik.
Upacara matur Piuning dilaksanakan di Pura Kayangan Tiga, Pura Melanting, Pura
Ratu Ngurah Sakti Agung, dan pura-pura terkait lainnya.
VII.3.2. Nyukat
Genah dan Nanceb Sanggar.
Acara
Nyukat Genah dan Nanceb Sanggar Tawang dilaksanakan di Pura Desa lan Puseh
Payogan, secara niskala bertujuan membuat batas yang jelas antara parahyangan
dengan tri mandalanya
.
.
*) Foto (
Tahun 2012 ) Ida Peranda dari Giriya Aan
Klungkung sebagai Wiku Yajamana, didampingi Para Pengelingsir Puri Agung Ubud, sebagai Pengerajeg Karya.
VII.3.3. Nunas Jatu dan Mendak Tirta.
Nunas jatu
dilaksanakan ke Puri Tampaksiring, dilakukan oleh perwakilan krama Desa Adat
Payogan. Acara mendak tirtha dilaksanakan kemudian, antara lain mendak tirtha
Empul di Pura Tirtha Empul, Tirtha Salukat di Pura Salukat, Mendak tirtha dan
Pasir Segara di Segara Purnama, serta mendak tirtha Sidakarya di
Pura Sidakarya, masing-masing
dilaksanakan oleh Perwakilan Krama Desa Adat, dipimpin oleh para Pemangku
kayangan.
Dan
Penglingsir Puri Ubud
VII.3.4. Nuasen Karya.
Acara
Nuasen Karya dilaksanakan dengan runtutan acara lainnya, seperti : Negtegang,
Nyuci, Ngingsah, Nyangling, Mekarya Sanganan, Nyengker Setra, Ngadegang Sang
Hyang Tapini, Ngadegang Sang Hyang pengemit Karya, Ngadegang Rare Angon,
Ngadegang Sunari, Pindekan, Kulkul, dan Kungkungan Nyawan. Juga dilaksanakan
Yasa Kerti oleh krama Desa Pakraman. Rangkaian upacara diatas dipuput oleh Ida Peranda Giriya Padang Tegal Baleran,
Ida Peranda Istri Giriya Ketewel,
Ida Peranda Istri Giriya Padang Tegal
Baleran.
Dalam Prosesi
Karya Nuasen
Mendak Tirtha dilakukan di Pura Kayangan Jagat Bali
dan Jawa, antara lain Di Pura Gunung Raung, Pura Semeru, Pura Bromo, Pura
Penataran Agung Besakih, Tirtha Tunggang Besakih, Tirtha Pura bangun Sakti
Besakih, Tirtha Sudamala Dalem Puri Besakih, Pura Lempuyang, Pura Andakasa,
Pura Nataran Peed, Pura Ulun Danu Batur, Pura Jati, Pura Danu Tamblingan, Pura
Mlanting dan Pura Batukaru.
VII.3.5. Mendak Tirtha Kayangan jagat.
Upacara Mendak Tirtha disebut juga Upacara Nuhur
Ida Bhatara Tirtha, mengundang prabawa Ida sang Hyang Widhi Wasa dalam
manifestasi Beliau sebagai Ista Dewata yang melingga melinggih di pura-pura
kayangan jagat di Jawa dan Bali. Dengan harapan melalui tirtha yang dipendak,
Beliau berkenan turun dan bersetana di
sanggar tawang selama upacara
berlangsung.
Mendak Tirtha dilakukan di Pura Kayangan Jagat Bali
dan Jawa, antara lain Di Pura Gunung Raung, Pura Semeru, Pura Bromo, Pura
Penataran Agung Besakih, Tirtha Tunggang Besakih, Tirtha Pura bangun Sakti
Besakih, Tirtha Sudamala Dalem Puri Besakih, Pura Lempuyang, Pura Andakasa,
Pura Nataran Peed, Pura Ulun Danu Batur, Pura Jati, Pura Danu Tamblingan, Pura
Mlanting dan Pura Batukaru.
VII.3.6. Mlaspas Dan Mendem Pedagingan.
Upacara
Melaspas bertujuan mensucikan bangunan agar dapat menstanakan Ista Dewata,
menyatukan sekala dan niskala. Unsur-unsur sekala adalah bangunan suci, dan
unsur niskala adalah Sanghyang Widhi atau Ista Dewata.
*)Ida (Th 2012) Pedanda Giriya Santian Ubud,Ida Pedanda Giriya
Padang Tegal Baleran Ubud, dan Ida Pedanda Giriya Aan Klungkung, saat Muput di
Bale Agung Payogan.
Upacara
Melaspas bermakna upacara yang bertujuan membersih kan dan menyucikan bangunan yang
baru selesai dibangun atau dibuat atau baru ditempati
kembali, untuk
pembangunan tempat suci palinggih atau istana Dewa, Bhatara serta
Dewa Pitara atau Hyang, upacara Melaspas
dilanjutkan dengan Ngenteg Linggih.
Mlaspas dalam bahasa Bali nya
terdiri dari dua rangkaian kata Mlas
artinya Pemisah
sedangkan Pas artinya Cocok, jadi kalau di
jabarkan atau uraikan Melaspas adalah pembuatan bangunan terdiri dari dua unsur yang
berbeda (kayu dan batu), lalu di satukan terbentuklah bangunan yang cocok atau
layak untuk di tempati atau didiami. Sementara upacara Mendem Bagia mempunyai arti bahagia;
palakerti artinya hasil dari karma (perbuatan).
*) Foto (Th 2012)
Para Pengelingsir Puri Ubud dan
Peliatan dalam Prosesi
Mlaspas dan Mendem Pedagingan
Isi Bagia
palakerti adalah berbagai hasil bumi: buah-buahan dan umbi-umbian (pala gantung
dan pala bungkah). Bagia-palakerti ditanam di tanah bertujuan untuk memohon
pahala yang baik kepada Sang Hyang Widhi. Diawali dengan Tawur Rsi Ghana
dan Caru Ayam Manca.
*) Foto (Th 2012) Ida Pedanda
Giriya Santian Ubud, Ida Pedanda Giriya Tegal Jingga Badung dan Ida Pedanda
Giriya Padang Tegal Baleran Ubud, saat Muput di Jeroan Pura Desa Lan Puseh
Payogan.
VII.3.7. Melasti.
Melasti
dalam bahasa Bali terdiri dari dua kata: Mala artinya Kekotoran atau Noda;
Asti
artinya Dibuang. Jadi Melasti yang asalnya mala-asti,
artinya menghanyutkan kekotoran.
*) Foto(Th 2012)
Pengelingsir Puri Ubud bersama Manggala Desa dan Krama Desa Payogan saat
Prosesi Mlasti di Segara Purnama, Sukawati.
Upacara
melasti dilakukan di laut, karena kegiatan melasti meliputi dua tujuan, yaitu: menghilangkan
kekotoran, dan memohon tirtha amertha kamandalu, yakni tirtha suci yang
diyakini membawa kesucian, kebaikan, kemakmuran, dan kejayaan atau umur
panjang. Yang dimaksud dengan tirtha amerta kamandalu, adalah
air dari tujuh buah sungai suci di India, di mana Weda diwahyu kan oleh Sang hyang Widhi melalui tujuh Maha Rsi (Grtsamada,
Wiswamitra, Wamadewa, Atri, Bharadwaja, Wasista, dan Kanwa).
Sungai-sungai itu adalah: Gangga, Sindhu, Saraswati, Yamuna,
Godhawari, Narmada, dan Sarayu.
Oleh karena kita
tidak mungkin pergi ke India setiap saat untuk melasti, maka dengan pengertian
bahwa ketujuh sungai suci itu bermuara ke laut, dan laut di dunia menyatu, maka
diyakini laut di selatan India sebagai muara sungai-sungai suci yang telah
mengandung unsur-unsur kesucian, sama dengan laut di mana saja.
*) Foto (Th 2012)
Krama Desa Payogan Mundut Tapakan dan Arcana Widhi
saat Prosesi
Mlasti Di Segara Purnama Sukawati.
*) Foto (Th 2012)
Krama Desa Payogan Mundut Tapakan dan Arcana Widhi
*)Foto (Th 2012) Prosesi Mendak Bagia
VII.3.8. Pedanan, Mepada Agung dan Puncak
Karya.
Ketiga runtutan upacara ini adalah upacara pokok
dalam kaitan upacara Karya
Agung Mamungkah, Mupuk Pedagingan, Tawur Pedanan, Ngusaba Desa Dan Ngusaba Nini
Di Desa Pakraman Payogan, Buda Wage Mrakih, Sasih kalima Tahun saka 1934,
*)Foto (Th 2012) Para Uleman Pesaksi Pedanan Di Pura
Desa Lan Puseh Desa Pakraman Payogan
Tanggal 17
Oktober 2012. Setelah prosesi upacara ini, masih ada ehedan uacara lain, seperti,
ngayarin, Ngelemekin, Bangun Ayu, Mekebat daun, Rsi Bhojana, Nyenuk, Nyineb,
Nuwek Bagya, Nyegara Gunung dan ditutup dengan acara upacara satu bulan tujuh
hari. Dengan Berakhirnya ehedan karya diatas, selesailah sudah prosesi upacara Karya Agung Ngusaba Desa Dan Ngusaba Nini Di Desa
Pakraman Payogan.
Foto (Th 2012) Para Uleman Pesaksi Pedanan Di Pura
Desa Lan Puseh Desa Pakraman Payogan
*)Foto (Th 2012) Suasana ngelungsur piranti Pedanan
Di Pura Desa Lan Puseh Desa Pakraman Payogan
*)Foto (Th 2012)( Puncak Karya ) Mepasar
Di Pura Desa Lan Puseh Desa Pakraman Payogan
Desa Pakraman Bajar Payogan, masyarakatnya akan selalu mengadakan ( melakukan ) Upacara, Piodalan pada masing - masing Khayangan dan ada Hari waktunya seperti :
*)Foto (Th 2012)( Puncak Karya ) Ida Ratu Turun Kabeh, Tedun ke Bale Peselang
Di Pura Desa Lan Puseh Desa Pakraman Payogan
*)Foto (Th 2012)( Puncak Karya ) Ida Ratu Turun Kabeh, Tedun ke Bale AGUNG
Di Pura Desa Lan Puseh Desa Pakraman Payogan*)Foto (Th 2012)( Puncak Karya ) Mepasar
Di Pura Desa Lan Puseh Desa Pakraman Payogan
1 Pura Khayangan Tiga :
- Pura Desa / Bale Agung, di hari Buda Wage Merakih
- Pura Puseh, di hari Buda Wage Merakih, dan semijile di hari Buda Wage Warigadian
- Pura Dalem, di saat Tilem wusan Tumpek Kuningan nemu Penanggal gasal, ping 3,5,7 nemu Kajeng
nemu Kajeng
3 Pura Melanting, di hari Buda Wage Klau
4 Pura Palinggih Ratu Ngurah Sakti Agung, di saat Manis odalan ring Dalem
5 Pura Dadia Pasek Bendesa Tangkas Kori Agung, di hari Anggara Kasih Julungwangi
6 Pura Dadia Dalem Natih, di hari Buda Wage Menail
7 Padmasana Bale Banjar / Catur Bhuana, di hari Tumpek Wayang
8 Nebasan ( Ratu Gede, Ratu Ayu Lingsir, Ratu Ayu Alit, Ratu Ayu Mas Alit ) : Buda Keliwon
Pegatuwakan
Pengacian (Piodalan) bejalan sesuai dengan sastra Agama, dan dilaksanakan nista madya utama sesuai dengan perareman juga di lakukan enem sasih apisan alit, enam sasih apisan ageng.