BARONG & RANGDA





UPAYA KRAMA DESA
MENJAGA KEKUATAN SPIRITUAL DESA PAYOGAN

Menghayati latar belakang perjalanan sejarah Desa payogan yang panjang, dimana dalam perjalanan itu benih-benih persatuan dan kesatuan sudah tertanam disanubari masyarakat Payogan, berusaha bahu membahu membangun desa dengan berbagai cara, antara lain, membagun dan memperbaiki pelinggih, memperbaiki prelingga dan arcana widhi baik yang berbentuk pretima, Pusaka dan lain-lain. Yang paling berkesan di sanubari warga Desa Payogan adalah dengan diselesaikannya prelingga widhi, yang disebut dengan sesuhunan berupa Barong Ket dan Rangda, karena hal itu adalah idaman masyarakat dari dulu sekali.

VI.1. Membangun Dan Memperbaiki Pelinggih.
Kebersamaan warga desa Payogan dalam membangun serta memperbaiki parahyangan desa pakraman sudah dimulai dari bulan Agustus di tahun 1947, sampai saat ini. Terbukti dengan berdirinya, Pura Desa, Pura Puseh dan Pura Dalem Desa Pakraman Payogan. Dengan semangat kebersamaan didasari oleh ketulusan ngaturan ayah, maka ketiga pura kayangan tersebut selesai sesuai dengan target. Hal itu bisa terlaksana berkat anugrah Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dan segala Manifestasi Beliau yang melingga melinggih di Desa Payogan, Keinginan dan ketulusan masyarakat, juga  sokongan serta petunjuk dari Puri Agung Ubud yang tidak pernah jemu memberikan tuntunan serta bantuan demi tercapainya cita-cita warga Desa Payogan.

VI.2. Tapakan Ratu Gde kekaryanin ring Puri Agung Ubud
VI.2.1. Latar Belakang.
Di akhir tahun 1950 seluruh Kayangan Desa, yang terdiri dari Pura Dalem, Pura Desa dan Puseh, Pura Mlanting, serta Pelinggih Ratu Ngurah Sakti Agung selesai dibangun. Selanjutnya masyarakat mulai memikirkan pelaksanaan Piodalan (Karya Agung). Baru pada Tanggal  16 September 1958, Anggara Wage Pahang, Tanggal Ping 3, Sasih Kapat, Saka 1880,masyarakat Payogan melaksanakan upacara Pedudusan Alit di Pura Dalem Payogan. Tanggal 19 Oktober 1966, Buda Wage Mrakih, penanggal Ping 5, Sasih Kalima, Saka 1888, masyarakat Payogan melaksanakan upacara Pedudusan Alit di Pura Desa lan Puseh Payogan serta Puri Agung Ubud sebagai Pengajeg Karya.
Kehidupan Ekonomi sosial, budaya serta spiritual di Desa Payogan terus berjalan, suka duka dirasakan bersama, perbedaan diselaraskan, semua kepentingan diadopsi sehingga memperkaya  cara pandang warga terhadap berbagai tanda alam yang terjadi di wilayah Desa Payogan. Diantara tanda alam dan sipta, yang bisa ditangkap oleh para Pinisepuh desa Payogan antara lain dengan seringnya Pemangku mendapat wangsit dari Ida Bhatara, sering kali pada saat piodalan di Pelinggih Ratu Ngurah Sakti Agung pemangku “Kerauhan” dalam keadaan kelinggihan tersebut selalu menyatakan “Sesuhunan Ratu Alit tedun”. Kejadian yang berulang-ulang terjadi itu membuat para Desa Payogan, mengingat kembali Bhisama para Leluhur, yang diantaranya bermakna, Apabila Ratu Alit (Ratu Ngurah Lingsir) sudah “Metangi” di Desa Gerih (Tegallumbung), di Desa Payogan harus secepatnya “Nangiyang” Sesuhunan Barong dan Rangda. Di Kepemimpinan Bandesa I Mawa ngiring Tjokorda Gde Raka Sukawati, SE,MM, dan para pemuda Payogan meminjam Barong Duwe Puri Agung Ubud yang disimpan di Royal, untuk dipakai “Ngelawang” keluar Desa Payogan, Banyak sekali warga di desa yang dilewati menganggap barong tersebut adalah Sesuhunan Desa Payogan, sehingga banyak yang menghaturkan canang sebagai tanda bakti.
 
VI.2.2. Paruman Desa dan Paruman Banjar.
Dengan kejadian-kejadian diatas, membuat para Pinisepuh, Para Pinandita, dan Para Juru Desa Pakraman Payogan mempunyai magsud Nangiyang Sesuhunan Barong dan Rangda. Sekaligus mengikuti arahan Bhisama para leluhur dahulu, agar secepatnya Nangiyang sesuhunan. Di tahun 2008 diadakanlah Samwa Ageng Desa Pakraman Payogan, salah satu agenda Samwa adalah rencana Para Pinisepuh, Para Pinandita, dan Para Juru Desa Pakraman Payogan Nangiyang sesuhunan Tapakan Barong dan Rangda. Pada Samwa Ageng Desa Pakraman tersebut, bulat mufakat krama Desa Payogan setuju Nangiyang sesuhunan Barong dan Rangda. Masih di kisaran tahun 2008 kembali diadakan Samwa Banjar, menindak lanjuti keputusan Samwa Desa sebelumnya. 7 hari kemudian kembali diadakan Samwa,  hasil Paruman Banjar tersebut, dari 154 Kepala Keluarga di Desa Payogan, Sebagian besar sungkem atau menyetujui  Nangiyang Tapakan Barong dan Rangda. Hasilnya semua Krama Banjar  sepakat Nangiyang Tapakan Barong dan Rangda.

VI.2.3. Memilihan Tempat “Nunas Taru”.
Berdasarkan hasil Samwa tersebut dapat disimpulkan kemudian, bahwa Nangiyang Sesuhunan akan dilaksanakan secepatnya. Dari arahan Para Pinisepuh dan Tokoh Desa, di dalam sebuah rapat, disarankan untuk “Nunas Taru” di Pura Pucak Payogan. Kembali Para Juru mengundang Pinisepuh, para Tokoh dan terutama Pengelingsir Puri Agung Ubud, meminta petunjuk serta arahan tempat yang cocok untuk “Nunas Taru”.
Dalam pertemuan tersebut kemudian diputuskan “Nunas Taru” Jepun di Pura Gunung Lebah, karena secara niskala Sejarah Perjalanan Suci Rsi Markandya,  di Pura Gunung Lebah dan Pura Pucak Payogan. Secara sekala, Warga Payogan adalah Pengikut setia dari Raja Ubud.
Untuk kemudian dipakailah Taru Jepun sebagai Tapakan Barong, dan “Nunas Taru” Pole di 2 tempat di Pura Dalem Payogan, digunakan untuk 2 Tapakan Rangda.
Prosesi “Nunas Taru” Jepun di Pura Gunung lebah dan “Nunas Taru” Pole di 2 tempat di Pura Dalem Payogan dilaksanakan oleh para warga Desa Payogan dengan tuntunan Ida Pedanda dari Giriya Tegal Jingga Badung, dan Pengelingsir Puri Agung Ubud.
*) Foto ( Tahun 2009 ) bersama Pengelingsir Puri Agung Ubud Drs Tjokorda Gde Putra Sukawati, dan Tjokorda Gde Raka Sukawati, SE,MM, serta Krama Desa Payogan di Puri  Agung Ubud.



*) Foto ( Tahun 2009 )  Prosesi Nunas Taru Jepun
di Pura Gunung Lebah Tjampuan Ubud
*) Foto ( Tahun 2009 )  Prosesi Nunas Taru Pole
di Pura Dalem Payogan

VI.2.4. Prosesi Pembuatan Tapakan Di Puri  Agung Ubud
Kayu Jepun dan Kayu Pule  dilinggihkan di Paruman Pura Desa lan Puseh Payogan, kemudian direbus selama 7 hari tujuh malam, Setelah proses perebusan munculah tirtha manik taru, Kayu Pule di Selatan mengeluarkan warna Kuning keemas-emasan, dipakai kemudian sebagai Randa Putih. Kayu Pule di utara mengeluarkan tirta manik taru warna kuning kemerah-merahan, dipakai kemudian sebagai Rangda Merah. Sedangkan Kayu Jepun mengeluarkan tirta manik taru warna Hitam dipakai kemudian sebagai Barong. 
*) Foto ( Tahun 2009 ) Prosesi Ngendag Tapakan Barong
 dan Rangda ring Pura desa lan Puseh Payogan

Sesuai dengan hasil Paruman tahun 2008, diputuskan prosesi pembuatan dan Nunas Tapakan Barong dan Randa dilaksanakan di Puri  Agung Ubud, dihaturkan semua pengerjaan itu kepada  Drs Tjokorda Gde Putra Sukawati  di Puri Agung Ubud. yang Membuat atau Ngaryanin ( Undagi ) Tjokorda Gde Raka Sukawati, SE,MM.
Setelah selesainya Proses Pengerjaan yang dilakukan dengan penuh ketekunan dan menuangkan segala daya cipta serta menyatukan unsur-unsur spiritual maha tinggi dengan  Kreativitas Seni Magis, maka tanggal 02 September sampai dengan tanggal 22 September 2009, dilaksanakan prosesi Ngeratep  Bertempat di Mrajan Agung, Puri Agung Ubud.
*) Foto ( Tahun 2009 )  Prosesi Ngeratep
 Mrajan Puri Agung Ubud
*) Foto ( Tahun 2009 ) Mendak Tapakan  Ratu Gde, Ratu Ayu Lingsir, Ratu Ayu Alit, dan Ratu Ayu Mas Alit di Puri Agung Ubud.


VI.2.5. Mendak dan Mlaspas Serta Masupati Tapakan Ratu Gde, Ratu Ayu Lingsir, Ratu Ayu Alit Dan Ratu Ayu Mas Alit  Di Puri  Agung Ubud.
Sehari setelah prosesi ngeratep, tanggal 23 September 2009 Krama Desa Payogan, terdiri dari Para Pinisepuh, Para pemangku Kayangan, Para Juru Adat dan Dinas, serta seluruh komponen masyarakat Payogan Mendak Tapakan  Ratu Gde, Ratu Ayu Lingsir, Ratu Ayu Alit, dan Ratu Ayu Mas Alit di Puri Agung Ubud. Untuk kemudian dilinggihkan di Pura Desa lan Puseh Payogan.
Krama Payogan sangat bersuka cita dengan terwujudnya impian mereka selama ini, memiliki sesuhunan seperti bhisama para leluhur dahulu. Dengan perasaan senang serta besyukur itu menjadikan krama Payogan bergotong-royong membuat persiapan upacara Mlaspas dan Masupati Tapakan Ratu Gde, Ratu Ayu Lingsir, Ratu Ayu Alit dan Ratu Ayu Mas Alit, dengan tuntunan Yajamana Karya, Ida Pedanda Giriya Tegal Jingga Badung, juga petunjuk dan tuntunan Pengelingsir Puri Agung Ubud.Tanggal 06 Oktober 2009 dilaksanakan ritual upacara Melaspas Ratu Gde, Ratu Ayu Lingsir, Ratu Ayu Alit, dan Ratu Ayu Mas Alit, serta Arca Pengameng Ida Ratu Ngurah Sakti Agung, bertempat di Pura Desa lan Puseh Payogan. Dipuput oleh Ida Pedanda Giriya Tegal Jingga, Badung.
*) Foto ( Tahun 2009 ) Ritual upacara Melaspas Ratu Gde, Ratu Ayu Lingsir, Ratu Ayu Alit, dan Ratu Ayu Mas Alit, serta Arca Pengameng Ida Ratu Ngurah Sakti Agung.

VI.2.6. Prosesi Melasti Dan Ngunya Desa
Setelah upacara Mlaspas Tapakan Ratu Gde, Ratu Ayu Lingsir, Ratu Ayu Alit Dan Ratu Ayu Mas Alit, serta Arca Pengameng Ida Ratu Ngurah Sakti Agung, tanggal 06 Oktober 2009 bertempat di Pura Desa lan Puseh Payogan. Dipuput oleh Ida Pedanda Giriya Tegal Jingga, Badung, atas petunjuk dan arahan Ida Pedanda Giriya Tegal Jingga, dan Petunjuk dan arahan dari Para Pengelingsir Puri Agung Ubud, tgl 07 Oktober 2009 Melasti ke segara Purnama Sukawati. Bertujuan mensucikan Prelingga dan tapakan Ida Bhatara yang baru saja selesai di Plaspas. Upacara Melasti juga berisikan acara penyucian Arcana Prelingga Widhi yang dahulu “Dipundut” dari Gerih (Tegallumbung). 



 
*) Foto, Arca Angelurah Desa lan Puseh

*) Foto, Arca Ratu Ngurah Sakti Agung


 
*) Foto ( Tahun 2009 )  Ritual Melasti di Pantai Purnama, Sukawati.

*) Foto ( Tahun 2009 )  Prosesi Foto bersama Ngiring Yajamana selesai, Masupati dan Ngerehang 


Di dalam petunjuk sastra tentang ngewangun tapakan dan prelingga Widhi, ada prosesi Nyenengan, dilaksanakan tanggal 8 Oktober 2009, bertempat di Pura Desa lan Puseh Payogan. Keesokan harinya, tanggal 9 Oktober 2009, dilaksanakan prosesi Masupati dan Ngerehang. Tanggal 14-17 Oktober 2009, dilakukan prosesi ritual ngunya desa (Mapinton) di Bale Agung sedesa Kedewatan.terdiri dari 5 Bale Agung, karena Desa kadewatan memiliki 5 Bale Agung.
Sedangkan Matirta Yatra dilaksanakan diseluruh pura “Amunduk Taro” termasuk juga di Pura Gunung Lebah, Tjampuan Ubud. Dengan selesainya Prosesi Matirtha Yatra atau napak Pertiwi tersebut, selesailah rangkaian upacara Nangiyang ratu Gde, Ratu Ayu Lingsir, Ratu Ayu Alit dan Ratu Ayu Mas Alit, sesuhunan Jagat Payogan.

tgl 24 MEI 2009

Nebes Taru Pule ring Pura Dalem Payogan



Mendakan Taru Jepun ring Pura Gunung Lebah
Champuan Ubud


tgl   27 Mei 2009
Ngrebus Taru  ring Pura Prantenan Suci Desa lan Puseh



tgl   07 Juni 2009
Nunas Tirta Manik Taru ring Pura Desa lan Puseh


Tgl   02 Juli 2009
Ngendag / Nedunan Taru ke Puri Saren Ubud

tgl   02 September     2009
Ngodakan 


tgl  02 September / 22 September 2009
Ngratepang


tgl 23 September 2009
Mendakan Tapakan  Ratu Gede, Ratu Ayu Lingsir,
Ratu Ayu Alit, Ratu Ayu Mas Alit
ring Puri Saren Ubud


tgl 06 Oktober 2009
Melaspas Ratu Gede, Ratu Ayu Lingsir,
Ratu Ayu Alit, Ratu Ayu Mas Alit
Arca Pengameng Ida Ratu Ngurah Sakti Agung,lan Gedong



Tgl 07 Oktober 2009
Melasti ke segara Purnama Sukawati

Tgl 08 Oktober 2009
Nyenengan


Tgl 09 Oktober 2009
Nyangcang ( Mapasupati ) ring setra


Tgl 14 Oktober 2009
Ngunya Desa (Mapinton) Pura Bale Agung
Desa Pakraman Lungsikan

Tgl 15 Oktober 2009
Ngunya Desa (Mapinton) Pura Bale Agung
Desa Pakraman Kedewatan

Tgl 16 Oktober 2009
Ngunya Desa (Mapinton) Pura Bale Agung
Desa Pakraman Bunutan

Tgl 17 Oktober 2009
Ngunya Desa (Mapinton) Pura Bale Agung
Desa Pakraman Tanggayuda
lan Desa Pakraman Payogan ngantos masineb.
24 Oktober Kuningan

Tgl 05 Desember 2009. Saniscara
Metandak ring Pura Desa lan Puseh
Desa Pakraman Payogan

saya bercerita sedikit malam sebelum Ida Ratu Metandak,
di pagi yang indah sama seperti hari - hari  sebelumnya, krama Payogan ngaturang ayah di Pura, baik di jeruan ataupun di jaba, krama ngayah dengan riangnya, entah kenapa, malam yang dinanti oleh para krama malam itu, di saat Ida Ratu akan tedun  Napak Pertiwi, angin berhembus dengan kencangnya, di ikuti suara petir yang menggelegar, Hujan pun mengikuti dengan lebatnya, panjakpun sambil kehujanan nunas ica memohon hujan agar segera reda, asep ( Dupa ) menyala tanpa hentinya, suara kul - kul di bunyikan dengan keras, saya sempat menelepon teman dari desa lain katanya di desanya hujan begitu lebat juga, entah apa maksudnya ini, yang jelas kami krama Payogan tetap nunas ica supaya Ida Ratu Metandak hari itu juga, mungkin karena ketulusan panjak Ida Ratu, hujan pun mereda, Ida Ratu pun jadi Metandak, krama pun mengujapkan syukur,,,, ...


Tgl 06 Maret. Saniscara
Metandak ring Pura Gunung Lebah Champuan, Ubud


Tgl 13 Mei 2010. Umanis Galungan Wraspati
Matirta Yatra.  
Pura Pucak Sabeng Dehet, Puakan,
Pura Puseh, Puakan,
Pura Agung, Puakan,
Pura Puseh, Paku Seba,
Pura Sanghyang Tegal, Taro,
Pura Dalem Pingit, Taro,
Pura Agung Gunung Raung, Taro,
Pura Desa lan Puseh, Tatag
Pura Hyang Api, Kelusa,
Pura Jemeng, Sebali,
Pura Suci, Bangkiang Sidem


Tgl 22 Mei 2010. Kuningan, Saniscara
Matirta Yatra,
Ke Pura ring Gerih Abian Semal, Badung
Pura Desa lan Puseh
Pura Bangun Sakti
Pura Dalem
Pura Praja Pati
Pura Ratu Ngurah Sakti Agung



Tgl  05 Juni 2010, Saniscara
Ida Ratu Metandak  ring
Pura Dalem Swargan, Kedewatan



Tgl  20 Juni 2010, Redite
Ida Ratu Metandak  ring
Pura Dalem,  Desa Pakraman Br Payogan



Tgl  02 April 2011, Saniscara
Ida Ratu Metandak  ring
Pura Khayangan Jagat Pura Agung Gunung Raung
Desa Pakraman Taro



Tgl 07 Juli 2011. Umanis Galungan Wraspati
Matirta Yatra.  
Pura Pucak Sabeng Dehet, Puakan,
Pura Puseh, Puakan,
Pura Agung, Puakan,
Pura Puseh, Paku Seba,
Pura Dalem Pasimpangan, Taro,
Pura Agung Gunung Raung, Taro,

Tgl  30 Juli 2011, Saniscara
Ida Ratu Metandak  ring
Pura Dalem Swargan, Kedewatan

Tgl  27 Pebruari 2012, Soma
Ida Ratu Metandak  ring
Pura Dalem Gede Dasar, Kedewatan


Tgl  05  Agustus 2012
Ida Ratu Mesulam
Pura Desa lan Puseh
Desa Pakraman Payogan

Tgl  08  September 2012,
Ngratepang, Melaspas, Mapasupati, Ida Ratu
Pura Desa lan Puseh
Desa Pakraman Payogan

Tgl  26 Oktober 2012, Sukra
Ida Ratu Metandak  ring
Pura Desa & Puseh Payogan